Ilmuwan NTU Singapura Ciptakan ‘Ubin Jamur’ Bertekstur Kulit Gajah untuk Mendinginkan Bangunan Secara Alami

April 9, 2025
Facebook
X
WhatsApp
Email

Sebuah tim ilmuwan dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, bekerja sama dengan firma desain biomimikri lokal bioSEA, berhasil mengembangkan “ubin jamur” inovatif yang bisa membantu menurunkan suhu bangunan tanpa listrik, tanpa mesin pendingin, cukup mengandalkan desain cerdas dari alam.

Ubin ini terbuat dari bahan biomaterial baru yang menggabungkan jaringan akar jamur (mycelium) dan limbah organik. Penelitian sebelumnya sudah menunjukkan bahwa material komposit berbasis mycelium memiliki efisiensi energi yang lebih tinggi dibandingkan bahan isolasi konvensional seperti vermikulit atau agregat tanah liat ringan.

Terinspirasi dari cara gajah menyejukkan tubuhnya

Yang membuat ubin ini semakin istimewa adalah teksturnya yang menyerupai kulit gajah; berkerut dan bergelombang. Gajah, yang tidak memiliki kelenjar keringat, mengandalkan kerutan kulitnya untuk menyimpan air dan mendinginkan tubuh melalui proses penguapan. Desain ini berhasil ditiru dan diterapkan pada permukaan ubin dengan hasil yang mengejutkan.

Dalam uji laboratorium, ubin bertekstur kulit gajah ini terbukti 25% lebih efisien dalam mendinginkan suhu dibandingkan ubin jamur yang permukaannya rata. Bahkan saat diuji dalam kondisi hujan buatan, performa pendinginannya meningkat hingga 70%, menjadikannya solusi ideal untuk iklim tropis seperti di Asia Tenggara.

Bahan bangunan dari jamur? Kenapa tidak.

Komposit mycelium dibuat dengan menumbuhkan jamur pada limbah organik seperti serbuk gergaji atau serpihan bambu. Dalam studi ini, para peneliti menggunakan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan limbah bambu dari bengkel mebel lokal, dicampur dengan gandum dan air, lalu dimasukkan ke dalam cetakan heksagonal dengan tekstur kulit gajah yang dirancang secara digital oleh bioSEA.

Setelah dua minggu pertumbuhan di tempat gelap, ubin dikeluarkan dan dibiarkan tumbuh lagi selama dua minggu sebelum dikeringkan di oven pada suhu 48°C selama tiga hari. Proses ini menghentikan pertumbuhan jamur sekaligus membentuk struktur akhir ubin yang padat dan berpori.

Tekstur unik, performa maksimal

Uji panas menunjukkan bahwa ubin bertekstur ini menyerap panas lebih lambat dan melepaskan panas lebih cepat dibandingkan ubin rata. Saat disiram air (simulasi hujan), permukaan berkerutnya mampu menahan air lebih lama, memungkinkan penguapan yang lebih efektif—itulah kunci performa pendinginannya.

“Desain alami seperti tekstur kulit gajah mampu memperluas area permukaan, menciptakan naungan mikro, dan memerangkap udara sejuk—semuanya mendukung mekanisme pendinginan pasif,” jelas Dr. Anuj Jain, pendiri bioSEA.

Tantangan dan masa depan ubin jamur

Meski menjanjikan, skala produksi masih menjadi tantangan. Pertumbuhan mycelium membutuhkan waktu 3-4 minggu, dan butuh dukungan dari industri konstruksi untuk menerima alternatif baru ini. Namun tim peneliti NTU tetap optimis.

“Kami berhasil mengubah limbah menjadi sumber daya bernilai tinggi. Ini adalah langkah awal menuju material bangunan berkelanjutan yang terinspirasi alam,” ujar Assoc. Prof. Hortense Le Ferrand, pemimpin studi.

Saat ini, para ilmuwan bekerja sama dengan startup lokal Mykílio untuk memperbesar skala ubin dan melakukan uji lapangan langsung di fasad bangunan. Mereka juga mengeksplorasi penggunaan jenis jamur lain dan peningkatan ketahanan material agar siap digunakan dalam dunia nyata.

Catatan: Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Energy & Buildings edisi Februari 2025 dengan judul “Biodegradable mycelium tiles with elephant skin inspired texture for thermal regulation of buildings”.
DOI: 10.1016/j.enbuild.2024.115187

 

Want more stories like these in your inbox?
Sign up to Paprikaliving’s email newsletters to stay on top of news and opinion.
[gravityform id="1" title="false" description="false" ajax="true"]